|
Dr. Dino Patti Djalal |
Dr. Dino Patti
Djalal adalah Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat,
seorang penulis pidato, aktivis pemuda, akademisi, dan penulis best
seller nasional.
Beliau sebelumnya
merupakan Staf Khusus Urusan Internasional dan Juru Bicara Kepresidenan untuk Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono; posisi yang telah ditempati sejak Oktober 2004,
dan diperpanjang ketika SBY terpilih kembali untuk masa
jabatan kedua tahun 2009. Hal itulah yang menjadikan Dr. Dino Patti Djalal juru bicara kepresidenan terpanjang dalam sejarah modern Indonesia.
Dr. Dino Patti Djalal
dilahirkan dalam sebuah keluarga diplomat pada 10 September 1965 di Beograd, Yugoslavia, anak kedua dari 3 bersaudara. Pengalaman lahir
di negara yang tidak lagi ada (Yugoslavia) mengingatkan beliau tentang betapa pentingnya mempertahankan
persatuan nasional untuk multi-budaya Indonesia. Ayahnya, Profesor Hasjim
Djalal, adalah Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan Jerman, dan pakar
internasional di bidang
hukum laut. Hasjim Djalal adalah tokoh kunci dalam “konsep kepulauan,”
sebuah inovasi hukum di
bidang kemaritiman yang secara dramatis - dan damai- memperluas wilayah kedaulatan teritorial
Indonesia. Konsep
kepulauan ini ditolak
dan ditentang oleh negara-negara
“Maritime Powers “(Inggris - Belanda) ketika diumumkan
oleh Indonesia pada tahun 1957,
namun sekarang merupakan bagian dari hukum internasional dan didukung
sepenuhnya oleh konvensi hukum laut PBB.
Sebagai pelajar, Dino Djalal sempat menjalani pendidikan Islam (SD Muhammadiyah dan SMP Al-Azhar) dan pendidikan Barat
- beliau lulus dari Maclean High School di Virginia pada tahun 1981 pada usia 15
tahun, dan kemudian memperoleh gelar Bachelor's Degree di bidang Ilmu Politik dari Carleton University (Ottawa, Kanada) dan gelar Master pada bidang yang sama dari Simon Fraser
University (British Columbia, Kanada).
Pada tahun 2000, ia menerima gelar Doktor dari London School of Economics and Political Science,
setelah menyelesaikan dan memperjuangkan
tesis mengenai diplomasi preventif di bawah pengawasan pakar Asia Tenggara yang terkemuka, almarhum Profesor
Michael Leifer.
Dr. Dino Patti Djalal
bergabung dengan Departemen Luar Negeri Indonesia pada tahun 1987. Beliau telah diposting ke
Dili, London dan Washington DC, sebelum diangkat sebagai Direktur Urusan
Amerika Utara (2002-2004). Dalam tahun-tahun awal karirnya, sebagai asisten
kepada Direktur Jenderal untuk Urusan Politik, Wiryono Sastrohandoyo, beliau terlibat dalam konflik Kamboja,
penyelesaian konflik Moro di Filipina, sengketa Laut Cina Selatan, dan konflik Timor Timur.
Paparan publik dan internasional
yang pertama bagi Dr.
Dino Patti Djalal adalah ketika beliau menjabat sebagai juru bicara Satuan Tugas
untuk Pelaksanaan Jajak Pendapat di Timor Timur pada tahun 1999. Beliau sangat sedih bahwa
referendum berakhir dengan kekacauan dan kekerasan – tidak selaras dengan hasil perjanjian yang tertib dan damai yang membuat Pemerintah
Indonesia kemudian berjanji kepada
PBB. Selama waktu itu, Dr.
Dino juga menjabat sebagai penghubung informal antara Menteri Luar Negeri Ali
Alatas dan pemimpin perlawanan Kay Rala, Xanana Gusmao, yang
kemudian ditahan di
penjara Cipinang. Sekarang
beliau menganggap Jose
Ramos Horta dan Xanana Gusmao sebagai
teman baik.
Dr. Dino Djalal – yang bekerja sama dengan
Robert Scher dari Pentagon - adalah konseptor dari "US-Indonesia Security Dialog",
konsultasi bilateral tahunan tentang
masalah-masalah keamanan dan pertahanan yang terjadi pada tahun 2001, dan terus sampai hari ini. Secara signifikan, dialog ini
dimulai 4 tahun sebelum hubungan
antar militer Indonesia-US kembali normal pada tahun 2005.
Dr. Dino Djalal juga merupakan konseptor dari Forest Eleven (F-11), proses
konsultatif yang melibatkan negara hutan hujan tropis di Asia, Afrika dan
Amerika Latin, untuk meningkatkan peran kritis mereka sebagai bagian dari
karbon global terhadap perubahan iklim.
Beliau juga salah satu
arsitek dari Global Inter-Media Dialog, sebuah proses yang disponsori bersama
antara Indonesia dan Norwegia untuk mempromosikan kebebasan pers serta
toleransi agama dan budaya, dan diapresiasi
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada masa setelah krisis kartun. Global Inter-Media Dialog yang pertama diselenggarakan
di Bali pada 2 September 2006 dihadiri oleh wartawan dari barat dan
negara-negara Islam. Diskusi berlangsung dengan bebas tanpa campur tangan
Pemerintah.
Dr. Dino juga merupakan
konseptor dari program Pengunjung Kepresidenan (Presidential Visitor’s Program), sebuah program tahunan
untuk mengundang negara
sahabat dari seluruh dunia untuk mengunjungi Indonesia selama waktu
perayaan kemerdekaan pada pertengahan Agustus. Program ini kini dikelola oleh
Departemen Luar Negeri oleh diplomat Umar Hadi.
Dr. Dino adalah perwakilan Indonesia untuk pertemuan G-8 Outreach Summit
di Hokkaido, Jepang, pada tahun 2008. Beliau juga adalah wakil Indonesia pada "the Leaders Network in Support of United
Nations Reform,” sebuah jaringan para pemimpin negara yang mendukung reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2005, yang dipimpin oleh Perdana Menteri
Swedia Göran Persson. Pada bulan Mei 2009, di New York City, Dr. Dino mewakili Presiden Yudhoyono dalam acara jamuan makan malam tahunan
untuk acara “100 Orang
Paling Berpengaruh di dunia,” yang
diselenggarakan oleh majalah Time.
Sebagai penulis pidato Presiden, Dr. Dino Djalal telah bekerja erat dengan Presiden Yudhoyono untuk
mengubah gaya dan nada pidato internasional
Presiden – menjadi lebih
berkepribadian, lebih mengena dan kurang mekanis,
kurang konvensional, kurang berbunga-bunga, singkat dengan kalimat-kalimat yang jelas, dan lebih mudah didengar. Ketika masih di Jakarta, Dr. Dino mengelola sebuah lokakarya tentang naskah pidato untuk para pejabat pemerintah.
Gairah Dr. Dino yang terbesar adalah dalam urusan kepemudaan. Sejak 2008, beliau telah mendirikan
"Innovative Leaders Forum" untuk mempromosikan kepemimpinan inovatif dari semua sektor masyarakat
Indonesia. Forum ini
telah mengadakan serangkaian seminar publik yang menampilkan para pemimpin yang
bermunculan dalam bidang: tata pemerintahan daerah, pendidikan, pekerja
perdamaian, kesehatan, reformasi birokrasi, kewirausahaan, Islam moderat, dan
perubahan iklim.
Dr. Dino telah mengudara di acara radio dan mengunjungi
universitas di Jawa dan Sumatra untuk menyajikan kajian nasionalisme
pluralistik terbuka dan internasionalisme Indonesia baru. Tema yang sering
muncul dalam pidato-pidatonya adalah pentingnya bagi pemuda untuk
berpikir bagi diri
dan waktu mereka sendiri, dan menghindari dogmatisme kaku, hal yang khas dari pendidikan
intelektual di masa lalu. Beliau
berpendapat bahwa kunci keberhasilan Indonesia adalah dengan mengembangkan pola pikir yang didorong oleh
kesempatan, bukan ketakutan; dan bahwa xenofobia, ultra-nasionalisme, dan radikalisme adalah perusak dan pengganggu generasi sekarang di
Indonesia, seperti halnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) pada generasi tahun 1980-an.
Beliau juga selalu
mengingatkan warga Indonesia, bahwa mereka kini memiliki
keistimewaan strategis untuk hidup di dunia, dimana tidak satu
negara pun menganggap Indonesia sebagai musuh, dan sebaliknya tidak ada negara yang dianggap oleh Indonesia
sebagai musuh. Hal ini menyajikan kesempatan langka untuk membuat seluruh dunia
untuk menjadi pro-Indonesia, dan bahwa pandangan anti-barat atau xenophobia
yang masih dipegang
oleh beberapa kalangan hanya akan
menyebabkan hilangnya peluang, sehingga hal tersebut membahayakan kepentingan nasional. Beliau juga mendorong para
pemuda untuk kreatif merangkul
- bukan menghindari - globalisasi, yang beliau gambarkan sebagai kekuatan terbesar abad ke-21, sama
seperti Indonesia berhasil merangkul nasionalisme sebagai kekuatan terbesar
abad ke-20.
Dalam hal birokrasi, Dr
Dino telah terus-menerus menganjurkan tentang perlunya pejabat dan pengamat
untuk menyingkirkan
teori-teori konspirasi yang berlebihan dan mentalisme tertindas (siege mentality), dan untuk berani
menyempurnakan pandangan mereka
atas munculnya realitas dunia baru yang berani. Ungkapan kesukaannya, yang tanpa kenal
lelah beliau tunjukkan,
adalah: "Hari ini, Indonesia adalah negara yang berbeda, di tempat yang berbeda, di dunia yang
berbeda".
Untuk mempromosikan nasionalisme yang sehat, beliau juga telah menghasilkan beberapa klip video yang
menampilkan band-band populer seperti
Cokelat dan Samsons, yang menggambarkan kegiatan pasukan penjaga
perdamaian Indonesia di Libanon.
Dr. Dino Djalal adalah pendiri
Modernisator - gerakan generasi muda Indonesia
abad ke-21 yang nasionalis, internasionalis, idealis, modern, inovatif, dan
berprestasi
, serta sepakat memegang slogan "Pengabdian, Keunggulan, Inovasi,
Keterbukaan, Konektivitas". Tim Modernisator membanggakan pemimpin muda yang
dinamis dari berbagai sektor, seperti Chatib Basri, Emirsyah Satar, Gita
Wiryawan, Sandiaga Uno, Lin Che Wei, Omar Anwar, Chrisma Al-banjar,
dan Dian Sastrowardoyo.
Manifesto Modernisator,
yang menguraikan visi Indonesia abad ke-21, dipandang oleh
tokoh pemikir Asia
, Prof. Kishore Mahbubani
, sebagai "sebuah pesan
tegas yang merangkul modernitas dan
keberagaman. Pesan kosmopolitan yang berlawanan dengan pesan dari kelompok
agama radikal. Jika gerakan Modernisator terbakar,
hal tersebut akan lebih memperkuat sifat
masyarakat Indonesia
yang
toleran dan terbuka,"dan Ketua
GE
, Jeff Imelt
, menyebutnya sebagai "visi bisnis terbaik yang pernah
ia dengar
,” keduanya
adalah pembicara tamu di acara Modernisator.
Dr. Dino juga merupakan
konseptor dari Generation-21, sebuah program
yang bertujuan untuk membangkitkan dan mengembangkan rasa identitas yang unik -
dan menantang - di kalangan pemuda sebagai generasi pertama abad ke-21. Puncak
dari program ini adalah sebuah acara televisi "Generation 21: Asia Pacific Young
Leaders Dialog" yang menampilkan 60 pemimpin muda dari 16 negara di
kawasan Asia Pasifik (termasuk Myanmar) terlibat dalam perdebatan yang hidup
mengenai tantangan abad ke-21 dan kemungkinan solusi - meliputi geopolitik,
krisis keuangan, globalisasi, konflik, urusan daerah, pendidikan, teknologi,
kewirausahaan, dan perubahan
iklim. Acara televisi 90 menit ini
sebenarnya adalah versi pendek
dari 6 jam diskusi panjang para pemimpin muda tersebut. Sementara bintang acara televisi itu adalah para peserta, maka para pemimpin dunia juga
ambil bagian untuk menginspirasi mereka baik secara langsung dalam kajian maupun lewat video dan
pesan tertulis, seperti
Presiden Barack Obama, Wakil
Presiden Budiono, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, Kishore
Mahbubani, Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan, penerima Nobel Muhammad
Yunus, dan Tony
Fernández. Program ini disiarkan pada November 2009 oleh SCTV, dan bersama-sama
diproduksi oleh Modernisator, Asialink (Australia) dan McKinsey.
Pada Oktober 2009, Dr.
Dino juga memproduksi
"Remarkable Indonesia," klip video pendek untuk
merayakan dan memproyeksikan
transformasi Indonesia ke dalam kehidupan
demokrasi yang stabil. Klip video ini disiarkan di CNN, CNBC, Al Jazeera, BBC dan stasiun internasional
lainnya.
Dr. Dino Patti Djalal
adalah anggota dewan pemerintahan Institut
Perdamaian dan Demokrasi, yang didirikan oleh Forum Demokrasi Bali; anggota dewan eksekutif the Indonesian
Council on World Affairs
(ICWA); dan komisaris pada Danareksa, sebuah perusahaan investasi pemerintah.
Dr. Dino Patti Djalal
telah menulis banyak artikel untuk media massa domestik dan internasional. Beliau
juga menulis 5 buku:
" The geopolitics of Indonesia's maritime territorial policy " (Jakarta:
CSIS, 1996)
"Transforming Indonesia"
(Jakarta: Gramedia, 2005)
"Indonesia on the move"
(Jakarta: Gramedia, 2006); kemudian diterjemahkan ke dalam "Indonesia
Unggul" (Jakarta: Gramedia, 2008)
"Harus Bisa!" (Jakarta: Merah Putih, 2008)
"Energi Positif" (Jakarta: Merah Putih, 2009)
Buku keempat "Harus Bisa!" telah menjadi best seller nasional di Indonesia - sekitar 1,7
juta kopi telah dicetak. Buku yang
berisi cerita-cerita politik, anekdot, dan pelajaran kepemimpinan dari Presiden
SBY ini diambil dari
buku harian pribadi Dr. Dino sebagai
Juru Bicara Presiden. The Jakarta Globe menyebutnya sebagai "Buku terbaik tentang kepemimpinan di
Indonesia". Sedangkan ribuan
komentar yang diposting
di Facebook menyerukan buku
ini "inspirasional."
Buku tersebut diangkat
menjadi acara televisi oleh TransTV tahun 2009. "Harus Bisa!" telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan judul "The Can Do Leadership," dan sekarang sedang diterjemahkan ke dalam
bahasa Mandarin. Buku tersebut
juga digunakan dalam pendidikan / pelatihan kurikulum Departemen Luar Negeri,
militer Indonesia (TNI) dan polisi nasional. Pada tahun 2008, dalam peringatan the Indonesian Centennial,
buku itu dikirim ke perpustakaan SMP-SMA, Pesantren, Perguruan Tinggi dan Universitas di seluruh
Indonesia.
Dino Djalal menikah dengan Rosa Rai Djalal, dan mereka dikaruniai 3 orang anak: Alexa, Keanu dan Chloe. Rosa
adalah seorang dokter gigi, lulusan Universitas Indonesia dan mendapat pelatihan di Columbia
University, yang juga menjalankan sebuah sekolah dasar yang memberikan
pendidikan gratis kepada
anak-anak dari keluarga miskin di Cilegon, Jawa Barat.
Sumber:
website pribadi Dr. Dino Patti Djalal