Tuesday, April 23, 2013

Pikirkan dahulu sebelum berbaik hati menolong orang di AS (The Bystander Effect Reflection)

Masih ingat kasus Ki Suk Han yang meninggal tertabrak kereta di subway New York akhir tahun 2012? Ngeri ya, soalnya sebelum meninggal banyak orang yang melihat dia sedang berusaha keluar dari jalur kereta, tapi ga ada satupun yang berusaha menolongnya, malah ada yang sempat mengambil foto di detik-detik menjelang kematiannya. Hal itu juga yang terjadi pada orang-orang  yang melihat Kitty Genovese meninggal di tahun 1964, hal tersebut dinamakan Sindrom Genovese atau “The Bystander Effect.”

The Bystander effect secara ringkasnya yaitu keadaan dimana tak ada satu orang pun yang menolong orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan, padahal di tempat tersebut banyak orang yang menyaksikan. Anehnya, semakin banyak orang, semakin kecil kemungkinan mereka memberikan pertolongan.

Menurut kebanyakan ahli psikologi, ada 3 proses yang gagal dilakukan orang-orang (the bystanders) yang menyaksikan  kejadian gawat darurat, yaitu:

1. Gagal mengetahui ada tidaknya kegawatdaruratan
Contoh kecilnya saja, kegawat daruratan tidak akan mudah/cepat diketahui bila orang disekelilingnya sedang asyik mengobrol bersama orang lainnya.

2. Gagal menginterpretasi/ mentanfsirakan apakah kejadian tersebut kegawatdaruratan atau bukan.
Misalnya, ada orang tergeletak di jalan, orang-orang akan berpikir bahwa yang tergeletak itu cuma lagi mabuk teler aja, atau berpikir bahwa orang itu akan baik-baik aja.
The Bystander Effect, sumber: blog.lib.umn.edu
3. Gagal mengambil tanggung jawab
Hal ini disebabkan karena orang-orang berpikir akan ada orang lain yang lebih berkompeten menolongnya, atau mereka merasa tidak punya kemampuan untuk menolong.

Adapun penyebab yang sering mendasari orang untuk tidak menolong setelah mengetahui dan menafsirkan adanya kegawatdaruratan yaitu:

1. Rasa takut
Rasa takut untuk terluka atau bahkan terbunuh saat melakukan pertolongan memang hal yang manusiawi. Contoh kejadian orang yang mengalami nasib malang setelah menolong orang lain misalnya kasus Hugo Alfredo Tale-Yax yang ditusuk sampai meninggal setelah menolong wanita yang dirampok di New York tahun 2010. Juga kasus Peng Yu di China tahun 2006, yang dituntut membayar kurang lebih $6,900 setelah menolong seorang nenek yang terjatuh dan kemudian melapor ke polisi bahwa dirinya didorong oleh Peng Yu.

2. Rasa acuh tak acuh
Di Amerika ini, privasi seseorang menjadi hal yang sangat dihormati oleh orang lain. Namun, hal itu juga yang akhirnya bisa menimbulkan rasa acuh tak acuh terhadap sesama; apalagi di daerah perkotaan dimana kejadian The Bystander Effect ini sering terjadi. Orang perkotaan biasanya bersifat heterogen, berasal dari daerah yang bermacam-macam, sehingga kemungkinan besar tidak saling mengenal, dan kemungkinan untuk saling menolong pun menjadi lebih kecil. Selain itu, orang perkotaan cenderung sangat menghargai waktu, sehingga disaat ada kegawat daruratan mereka cenderung menghindari keterlibatan, yang nantinya bisa mengarah ke masalah hukum, walaupun itu sebagai saksi, karena tak jarang urusan pengadilan menyita waktu seseorang, ga cuma sekali atau dua kali ke pengadilan. Bahkan, pernah ada kasus, entah bagaimana kejadiannya, dimana status saksi dinaikkan jadi status tersangka karena tidak adanya tersangka lain.

3. Rasa diri tidak berkompetensi untuk menolong
Contohnya, saat ada kecelakaan lalu lintas dengan korban yang berlumuran darah dan tidak sadarkan diri, orang akan cenderung menelepon 911, agar tim bantuan medis segera datang. Hal lainnya yaitu, ketika ada dua orang laki-laki sedang bertengkar saling pukul, dan ada satu atau dua orang orang wanita yang lewat, spontan wanita tersebut lebih memilih diam daripada membantu melerai karena tak merasa mampu untuk melerai 2 orang laki-laki yang dianggap lebih kuat.

 Contoh-contoh kejadian the bystander effect yang terekam kamera, sangat miris melihatnya:
1. Wang Yue, China, 2011

2. Esmin Green, New York, USA, 2008

Sebagai manusia yang punya naluri untuk saling menolong, khususnya sebagai warga Indonesia / Asia yang budaya saling menolongnya masih kental, memang hal yang dilematis ketika kita sedang berada di lingkungan yang berbeda dengan tempat kita berasal. Seperti halnya pepatah, lain padang lain ilalang, lain lubuk lain ikannya, maka sebelum kita hendak berbaik hati menolong seseorang di Amerika, ada baiknya kita berpikir dua kali. Contoh yang ringan misalnya, saat berbelanja kita melihat orang lain yang barang belanjaannya berjatuhan. Mengapa kita harus berpikir dua kali sebelum menolong orang tersebut? Karena rata-rata orang di sini “mandiri”, tidak mau dianggap lemah, walaupun itu lansia, sehingga bila kita menolong tanpa diminta, bisa-bisa orang tersebut marah dan bilang, “It’s none of your business!” Masih mending bila urusan tadi ga dibawa ke kepolisian.

Jadi, untuk amannya, yang bisa kita lakukan ketika ada kejadian kegawat daruratan/ kejadian yang membutuhkan pertolongan lainnya, diantaranya sebagai berikut:

1. Hindari untuk menyentuh orang atau barang dari orang yang sedang membutuhkan pertolongan tersebut.
Terutama bila kita sendirian atau bila korban kecelakaan yang membutuhkan medis, karena bisa-bisa dengan pertolongan kita, yang umumnya awam P3K, malah memperparah kondisi korban tersebut.

2. Bila orang tersebut sendiri dan sadar penuh, tanyakan dahulu apakah orang yang hendak dibantu itu benar-benar membutuhkan pertolongan kita atau tidak.
Misalnya dengan pertanyaan seperti ini, “Do you need help?” atau, “Are you okay?” Tidak usah menolong kalo mereka tidak minta/ tidak mengizinkan kita untuk menolongnya.

3. Bila situasinya termasuk hal yang gawat darurat mengenai nyawa seseorang dan kita merasa tidak bisa menolongnya, segera hubungi 911 atau aparat keamanan terdekat.

Tulisan ini dibuat bukan untuk mengajak agar tidak menolong orang, namun berhati-hati bila hendak menolong orang di sini, karena budaya/ orang-orang/ lingkungan di sini berbeda dengan lingkungan di Indonesia. Yah, walaupun sekarang di Indonesia juga mulai banyak kejadian seperti ini. Hmmm… Ada pendapat lain? Apa jadinya dunia kalo the bystander effect ini terus berkelanjutan?

0 comments:

Post a Comment